Blogger Template by Blogcrowds

JUAL KURSI dari DRUM BEKAS HINGGA KE EROPA

 JUAL KURSI dari DRUM BEKAS HINGGA KE EROPA

sumber: Ciputra Entrepreneurship

Hosnadiyanto Seorang perajin asal Desa Alasmalang, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mengubah drum bekas oli menjadi kursi dan asessoris lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena penjualannya merambah ke pasar Eropa.

Ia mengatakan dirinya terinspirasi membuat kursi dari drum bekas itu setelah melihat pelaku ekonomi kreatif di Pulau Dewata Bali. Dengan tangan kreatifnya mereka bisa menjadikan barang bekas menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis. Bahkan, lelaki yang akrab dipanggil Hosnadi ini mengaku kursi produksinya itu tembus ke pasar di Eropa, yakni Italia dan Prancis. Hosnadi juga mengemukakan, bahan baku kursi sofa drum bekas itu ia dapatkan dari berbagai daerah di Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi. Namun saat ini pemasok drum bekas oli tersebut sudah diantar sendiri oleh penjualnya.

Sebelumnya ia merintis membuat sofa drum bekas oli itu hanya memiliki dua pekerja, saat ini sudah ada 18 pekerja, seiring semakin banyaknya pesanan dari Bali maupun luar negeri.
"Setiap bulannya rata-rata kami mampu membuat 138 pasang kursi sofa hasil daur ulang drum ini, satu pasang kursi sofa itu terdiri atas satu sofa panjang dan dua kursi pendek. Dalam satu pasang kursi sofa ini saya jual Rp1.200.000, akan tetapi bila yang order banyak saya jual hanya Rp1 juta per pasang," paparnya.
Ia menambahkan, awal mula membuat kursi sofa dari drum bekas itu sempat menjadi bahan ejekan teman-temannya dan bahkan tetangganya sendiri, namun siapa sangka drum bekas yang disulap menjadi perabot rumah tangga itu ternyata memiliki nilai ekonomis tinggi. Bahkan saat ini perajin tersebut sudah memiliki "showroom" di Denpasar, Bali.
"Memang awalnya sempat diketawain teman-teman, tetapi alhamdulilah saat ini saya bisa mempekerjakan pemuda pengangguran di lingkungan saya. Kalau berbicara pendapatan saat ini rata-rata dalam sebulan sejak dua tahun terakhir, sekitar Rp75 juta," katanya.

Ia bercerita, saat awal merintis usaha, ia juga dibantu oleh kakaknya, pada pertengahan 2012. Setelah berjalan hampir satu tahun, bapak dua anak ini mulai melakukannya sendiri dengan mencari konsumen di Bali.

Awalnya ia dibantu oleh sang kakak yang lebih berpengalaman untuk pemasaran di Bali. Setelah sedikit demi sedikit mengerti pemasaran di Bali, ia kemudian dilepas oleh si kakak.
Hosnadi mengakui bahwa memasarkan kursi daur ulang itu memang tidak mudah. Ia harus merintis dengan mencari pembeli atau konsumen ke sejumlah toko di Bali. Ia juga datang ke showroom sambil menawarkan kursi buatannya.

Meski memiliki showroom sendiri di Bali, Hosnadi tidak memutus kerja sama dengan pemilik showroom yang sebelumnya telah menjadi jembatan baginya untuk mendapatkan konsumen lokal maupun luar negeri.
"Pemilik toko yang menjadi pelanggan saya tetap saya suplai jika mereka order, meskipun saya saat ini bisa memasarkan melalui toko saya sendiri. Yang penting mereka bisa menjaga etika bisnis, yang artinya jangan banting harga saja," katanya.

Sejak kebanjiran order itu, Hosnadi tidak bisa berdiam lama di Situbondo. Ia harus sering pergi pulang antara Situbondo dengan Bali. Kalau ada order banyak ia harus berada di Situbondo, mengawasi langsung pekerjanya menyelesaikan garapan. Selama sebulan ia berada di Situbondo dan satu pekan biasanya di Bali.
"Hal ini saya lakukan untuk menjaga kualitas barang saya dan menjaga kepercayaan terhadap konsumen," ujarnya.(vaa)

0 comments:

Newer Post Older Post Home